clipart

Kamis, 24 November 2011

Optimalisasi BOK ( Bantuan Operasional Kesehatan) Jalur Cuap- Cuap


Tempat Pelayanan kesehatan

Ke manakah ketika berobat ketika sakit?. Kemana kah kita berkeluh kesah tentang ketidaknyamanan bagian tubuh kita?. Ya, pastinya kita menuju ke tempat pelayanan kesehatan bisa puskesmas, rumah sakit bahkan praktek dokter spesialis. Mengapa kita bela- belain mendatangi tempat tersebut?. Bukankah malah menghabiskan waktu, energi dan biaya. Kita tentunya tidak mau berurusan dengan tempat pelayanan kesehatan umum. Mengapa? Karena setiap orang menginginkan sehat. Seperti kata pepatah, sehat itu mahal.


Bagi beberapa orang memiilih membiarkan sakitnya atau pergi ke pengobatan alternatif  daripada berobat di medis. Alasannya pun beragam dari mulai biaya yang relatif  murah sampai alasan klise seperti takut disuntik ataupun takut diambil darahnya. Memang tidak dapat dipungkiri, pengobatan alternatif saat ini masih banyak dipercaya.
Saat ini, pelayanan kesehatan yang banyak digunakan oleh masyarakat adalah puskesmas. Puskesmas tersebar di tiap kecamatan. Bahkan sudah banyak yang memiliki ruang UGD 24 jam. Namun, peralatan dan fasilitas yang ada dipuskesmas kurang bisa mencukupi kebutuhan masyarakat. Tidak jarang, banyak masyarakat yang dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas lebih memadai. Saat ini puskesmas tidak hanya bergerak pada bidang kuratif dan rehabilitasi tetapi juga preventif dan promotif. Untuk itu, pemerintah telah menganggarakan dana untuk operasional puskesmas yang dikenal dengan BOK.
BOK adalah Singkatan dari Bantuan Operasional Puskesmas. Dalam Surat  Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 494/Menkes/SK/IV/2010 tentang petunjuk Tehnis  Bantuan Operasional Kesehatan tanggal 22 April 2010, yang ditandatangani oleh menteri kesehatan sendiri,  Dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH, beliau menyebutkan dalam pengantar  Buku pedoman BOK bahwa :
“Penyediaan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) bagi Puskesmas dalam melakukan berbagai upaya kesehatan yang bersifat promotif dan preventif, merupakan salah satu bentuk tanggung jawab pemerintah dalam upaya kesehatan. Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mempunyai fungsi yang amat strategis karena berada di ujung tombak pelayanan kesehatan yang bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya secara proaktif dan responsive”.
Dari komentar Menteri Kesehatan ini dapat di jelaskan bahwa ada tiga unsur penting dalam Bantuan Operasional Kesehatan :
v  Bantuan yang bersifat Promotif dan Preventif atau tepatnya bukan untuk kegiatan Kuratif dan Rehabilitatif
v  Bantuan ini ditujukkan untuk Puskesmas  ( Pusat Kesehatan Masyarakat) maksudnya adalah untuk kegiatan masyarakat  tentang kesehatan yang dipusatkan atau dikoordinir oleh Puskesmas.
v  Bantuan Operasional Kesehatan   ini mempunyai fungsi yang strategis penyelenggaraan pelayanan kesehatan terutama yang berhubungan dengan peningkatan status pelayanan kesehatan atau tepatnya cakupan pelayanan kesehatan dasar.
Sehingga tidak dapat dipungkiri, bahwa saat ini puskesmas harus lebih banyak mengadakan kegiatan diiluar kuratif seperti penyuluhan. Target penyuluhan adalah semua lapisan masyarakat mulai anak SD, remaja, ibu hamil sampai lanjut usia. Penekanan penyuluhan bisa dilakukan pada ibu hamil karena pada kondisi ini banyak mengalami masalah kesehatan seperti keguguran, anemia sampai bayi BBLR ( berat bayi lahir rendah).
Pada masa kehamilan, kondisi ibu sering drop dan bagi masyarakat yang kurang memahami cara mengatasinya maka akan berakibat fatal. Di rahim ibu terdapat janin yang harus diselamatkan nyawanya. Kondisi fisik ibu yang lemah membuat dia rentan terkena beberapa penyakit seperti iklamsia ( hipertensi). Perlunya penyuluhan pada golongan ini adalah meminimalkan angka kesakitan dan kematian Ibu dan Anak.
Begitu banyaknya fenomena masalah kesehatan kurang mendapat perhatian para petugas kesehatan terutama di tingkat puskesmas. Misalnya kejadian gizi buruk. Gizi Buruk sangat berhubungan dengan  kemiskinan, terutama keluarga miskin dengan ketersediaan pangan di rumah tangga  yang tidak cukup untuk konsumsi hariannya. Terjadi juga  pada keluarga (miskin) dengan ketidak mampuan akses pelayanan kesehatan. Akibatnya anak-anak balita yang tumbuh dan berkembang pada keluarga tersebut mengalami kesakitan dan kekurangan gizi, bukan hanya terjadi pada satu anak tetapi juga anak-anak  lainnya pada satu wilayah. Maka seharusnya setiap Kasus Gizi buruk yang ditemukan dinyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB), Namun sangatlah disayangkan ketika  satu kasus gizi buruk itu ditemukan para petugas kesehatan ( Tanpa instruksi yang jelas pada tingkat pengelola dan pengambil keputusan)  ragu untuk melakukan investigasi dan intervensi standar Operasional-KLB-Gizi Buruk terhadap kasus gizi buruk yang ditemukan.  Para petugas hanya melakukan intervensi pada kasus gizi buruk tersebut, tetapi tidak melakukan investigasi dan intervensi terhadap  anak-anak balita lainnya dilokasi dimana terjadi kasus gizi buruk. Sehingga tidak mengherankan belum tuntas penanganan gizi buruk yang pertama, pada tempat  (wilayah posyandu)  yang sama muncul kemudian kasus gizi buruk berikutnya.
 Itu hanya segelintir fakta dimasyarakat. Munculnya  KLB seperti demam berdarah, diare sampai campak sering kita dengar. Mungkin benar, karena kurangnya sosialisasi dari pihak petugas kesehatan sehingga banyak masyarakat yang kurang memahami penyakit- penyakit tersebut. Padahal penyakit- penyakit yang tergolong KLB akan mudah menyebar dan mematikan kalau tidak segera ditangani.
Di puskesmas saat ini, jarang kita temui petugas kesehatan yang melakukan penyuluhan kepada masyarakat terutama di daerah pedesaan. Para petugas rata- rata melakukan tindakan intervensi setelah ditemukan suatu kasus wabah. Kalau tidak ada kasus ya, penyuluhan tidak berjalan. Padahal bagi masyarakat awan terutama daerah pedesaan, pengetahuan tentang kebersihan lingkungan dan kesehatan diri sangat minim. Banyak kita lihat, masih banyak masyarakat yang memanfaatkan sungai untuk MCK ( mandi,cuci, kakus) sekaligus. Itulah salah satu faktor penyebab banyak KLB diare.
Memang, melakukan penyuluhan tidak semudah yang dibayangkan. Apalagi mengubah kebiasaan masyarakat tentang bagaimana hidup sehat. Untuk itu, penyuluhan tidak hanya dilakukan sekali dua kali tapi berkali- kali sampai masyarakat sadar tentang pentingnya hidup sehat. Bagi para petugas kesehatan juga perlu kesabaran karena kita menangani berbagai background masyarakat. Ada yang pendidikannya hanya SD, SMP bahkan tidak sekolah. Maka, tutur kata maupun kalimat yang disampaikan sebisa mungkin bisa dipahami oleh masyarakat. Jangan merasa karena pendidikan kita tinggi, maka kita menyampaikan sesuatunya dengan pemikiran dan gaya bahasa tinggi. Kalau berprinsip seperti itu, maka siap- siap dengan kenyataan bahwa apa yang kita sampaikan tidak akan diterima oleh masyarakat.
Manajemen dan koordinasi yang baik antara pihak dinas kesehatan maupun pemerintah setempat sangat menunjang terwujudnya Indonesia Sehat 2015. Mulailah menerapkan sesuatu yang bersifat preventif dengan media promotif because preventif is better than curatif. Mari kita sama- sama mensukseskan program kerja pemerintah dengan menggunakan secara optimal, efektif dan efisien dana BOK. Kita sama- sama menggunakan dana BOK tersebut untuk kesejahteraan masyarakat. Memanage benar- benar setiap program kerja puskesmas yang bersifat preventif dan promotif . Sebagai warga Negara yang baik sudah sepantasnya kita mempertanyakan kinerja para petugas kesehatan yang tidak melaksanakan dan mendayagunakan dana BOK sesuai dengan semestinya. Setidaknya preventif yang dilakukan untuk meminimalkan KLB. Saling koordinasi kepada puskesmas setempat untuk meminta atau merekomendasikan wilayah- wilayah yang perlu segera diberikan promotif dan preventif. Menanyakan bagaimana prosedur dan kegiatan yang telah dilakukan oleh pihak puskesmas terkait upaya tersebut.

Mari kita sukseskan Indonesia sehat 2015  dengan Masyarakat Sehat,  ^_^ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

it's My Life