Tempat Pelayanan kesehatan |
Ke manakah ketika
berobat ketika sakit?. Kemana kah kita berkeluh kesah tentang ketidaknyamanan
bagian tubuh kita?. Ya, pastinya kita menuju ke tempat pelayanan kesehatan bisa
puskesmas, rumah sakit bahkan praktek dokter spesialis. Mengapa kita bela-
belain mendatangi tempat tersebut?. Bukankah malah menghabiskan waktu, energi
dan biaya. Kita tentunya tidak mau berurusan dengan tempat pelayanan kesehatan
umum. Mengapa? Karena setiap orang menginginkan sehat. Seperti kata pepatah,
sehat itu mahal.
Bagi beberapa orang
memiilih membiarkan sakitnya atau pergi ke pengobatan alternatif daripada berobat di medis. Alasannya pun
beragam dari mulai biaya yang relatif
murah sampai alasan klise seperti takut disuntik ataupun takut diambil
darahnya. Memang tidak dapat dipungkiri, pengobatan alternatif saat ini masih
banyak dipercaya.
Saat ini, pelayanan
kesehatan yang banyak digunakan oleh masyarakat adalah puskesmas. Puskesmas
tersebar di tiap kecamatan. Bahkan sudah banyak yang memiliki ruang UGD 24 jam.
Namun, peralatan dan fasilitas yang ada dipuskesmas kurang bisa mencukupi
kebutuhan masyarakat. Tidak jarang, banyak masyarakat yang dirujuk ke rumah
sakit yang memiliki fasilitas lebih memadai. Saat ini puskesmas tidak hanya
bergerak pada bidang kuratif dan rehabilitasi tetapi juga preventif dan
promotif. Untuk itu, pemerintah telah menganggarakan dana untuk operasional
puskesmas yang dikenal dengan BOK.
BOK adalah Singkatan
dari Bantuan Operasional Puskesmas. Dalam Surat
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
494/Menkes/SK/IV/2010 tentang petunjuk Tehnis
Bantuan Operasional Kesehatan tanggal 22 April 2010, yang ditandatangani
oleh menteri kesehatan sendiri, Dr.
Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH, beliau menyebutkan dalam
pengantar Buku pedoman BOK bahwa :
“Penyediaan Bantuan
Operasional Kesehatan (BOK) bagi Puskesmas dalam melakukan berbagai upaya
kesehatan yang bersifat promotif dan preventif, merupakan salah satu bentuk
tanggung jawab pemerintah dalam upaya kesehatan. Puskesmas sebagai Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mempunyai fungsi yang
amat strategis karena berada di ujung tombak pelayanan kesehatan yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya
secara proaktif dan responsive”.
Dari komentar Menteri
Kesehatan ini dapat di jelaskan bahwa ada tiga unsur penting dalam Bantuan
Operasional Kesehatan :
v Bantuan
yang bersifat Promotif dan Preventif atau tepatnya bukan untuk kegiatan Kuratif
dan Rehabilitatif
v Bantuan
ini ditujukkan untuk Puskesmas ( Pusat
Kesehatan Masyarakat) maksudnya adalah untuk kegiatan masyarakat tentang kesehatan yang dipusatkan atau
dikoordinir oleh Puskesmas.
v Bantuan
Operasional Kesehatan ini mempunyai
fungsi yang strategis penyelenggaraan pelayanan kesehatan terutama yang
berhubungan dengan peningkatan status pelayanan kesehatan atau tepatnya cakupan
pelayanan kesehatan dasar.
Sehingga
tidak dapat dipungkiri, bahwa saat ini puskesmas harus lebih banyak mengadakan
kegiatan diiluar kuratif seperti penyuluhan. Target penyuluhan adalah semua
lapisan masyarakat mulai anak SD, remaja, ibu hamil sampai lanjut usia.
Penekanan penyuluhan bisa dilakukan pada ibu hamil karena pada kondisi ini banyak
mengalami masalah kesehatan seperti keguguran, anemia sampai bayi BBLR ( berat
bayi lahir rendah).
Pada
masa kehamilan, kondisi ibu sering drop dan bagi masyarakat yang kurang
memahami cara mengatasinya maka akan berakibat fatal. Di rahim ibu terdapat
janin yang harus diselamatkan nyawanya. Kondisi fisik ibu yang lemah membuat
dia rentan terkena beberapa penyakit seperti iklamsia ( hipertensi). Perlunya
penyuluhan pada golongan ini adalah meminimalkan angka kesakitan dan kematian
Ibu dan Anak.
Begitu
banyaknya fenomena masalah kesehatan kurang mendapat perhatian para petugas
kesehatan terutama di tingkat puskesmas. Misalnya kejadian gizi buruk. Gizi
Buruk sangat berhubungan dengan
kemiskinan, terutama keluarga miskin dengan ketersediaan pangan di rumah
tangga yang tidak cukup untuk konsumsi
hariannya. Terjadi juga pada keluarga
(miskin) dengan ketidak mampuan akses pelayanan kesehatan. Akibatnya anak-anak
balita yang tumbuh dan berkembang pada keluarga tersebut mengalami kesakitan
dan kekurangan gizi, bukan hanya terjadi pada satu anak tetapi juga
anak-anak lainnya pada satu wilayah.
Maka seharusnya setiap Kasus Gizi buruk yang ditemukan dinyatakan Kejadian Luar
Biasa (KLB), Namun sangatlah disayangkan ketika
satu kasus gizi buruk itu ditemukan para petugas kesehatan ( Tanpa
instruksi yang jelas pada tingkat pengelola dan pengambil keputusan) ragu untuk melakukan investigasi dan
intervensi standar Operasional-KLB-Gizi Buruk terhadap kasus gizi buruk yang
ditemukan. Para petugas hanya melakukan
intervensi pada kasus gizi buruk tersebut, tetapi tidak melakukan investigasi
dan intervensi terhadap anak-anak balita
lainnya dilokasi dimana terjadi kasus gizi buruk. Sehingga tidak mengherankan
belum tuntas penanganan gizi buruk yang pertama, pada tempat (wilayah posyandu) yang sama muncul kemudian kasus gizi buruk
berikutnya.
Itu hanya segelintir fakta dimasyarakat.
Munculnya KLB seperti demam berdarah,
diare sampai campak sering kita dengar. Mungkin benar, karena kurangnya
sosialisasi dari pihak petugas kesehatan sehingga banyak masyarakat yang kurang
memahami penyakit- penyakit tersebut. Padahal penyakit- penyakit yang tergolong
KLB akan mudah menyebar dan mematikan kalau tidak segera ditangani.
Di
puskesmas saat ini, jarang kita temui petugas kesehatan yang melakukan
penyuluhan kepada masyarakat terutama di daerah pedesaan. Para petugas rata-
rata melakukan tindakan intervensi setelah ditemukan suatu kasus wabah. Kalau
tidak ada kasus ya, penyuluhan tidak berjalan. Padahal bagi masyarakat awan
terutama daerah pedesaan, pengetahuan tentang kebersihan lingkungan dan
kesehatan diri sangat minim. Banyak kita lihat, masih banyak masyarakat yang
memanfaatkan sungai untuk MCK ( mandi,cuci, kakus) sekaligus. Itulah salah satu
faktor penyebab banyak KLB diare.
Memang,
melakukan penyuluhan tidak semudah yang dibayangkan. Apalagi mengubah kebiasaan
masyarakat tentang bagaimana hidup sehat. Untuk itu, penyuluhan tidak hanya
dilakukan sekali dua kali tapi berkali- kali sampai masyarakat sadar tentang
pentingnya hidup sehat. Bagi para petugas kesehatan juga perlu kesabaran karena
kita menangani berbagai background masyarakat. Ada yang pendidikannya hanya SD,
SMP bahkan tidak sekolah. Maka, tutur kata maupun kalimat yang disampaikan
sebisa mungkin bisa dipahami oleh masyarakat. Jangan merasa karena pendidikan
kita tinggi, maka kita menyampaikan sesuatunya dengan pemikiran dan gaya bahasa
tinggi. Kalau berprinsip seperti itu, maka siap- siap dengan kenyataan bahwa
apa yang kita sampaikan tidak akan diterima oleh masyarakat.
Manajemen
dan koordinasi yang baik antara pihak dinas kesehatan maupun pemerintah
setempat sangat menunjang terwujudnya Indonesia Sehat 2015. Mulailah menerapkan
sesuatu yang bersifat preventif dengan media promotif because preventif is
better than curatif. Mari kita sama- sama mensukseskan program kerja pemerintah
dengan menggunakan secara optimal, efektif dan efisien dana BOK. Kita sama-
sama menggunakan dana BOK tersebut untuk kesejahteraan masyarakat. Memanage
benar- benar setiap program kerja puskesmas yang bersifat preventif dan
promotif . Sebagai warga Negara yang baik sudah sepantasnya kita mempertanyakan
kinerja para petugas kesehatan yang tidak melaksanakan dan mendayagunakan dana
BOK sesuai dengan semestinya. Setidaknya preventif yang dilakukan untuk meminimalkan
KLB. Saling koordinasi kepada puskesmas setempat untuk meminta atau
merekomendasikan wilayah- wilayah yang perlu segera diberikan promotif dan
preventif. Menanyakan bagaimana prosedur dan kegiatan yang telah dilakukan oleh
pihak puskesmas terkait upaya tersebut.
Mari
kita sukseskan Indonesia sehat 2015
dengan Masyarakat Sehat, ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar